Kamis, 30 Januari 2014

“Rock in di Bromo”, Mungkinkah?





Tiba-tiba saja saya tergelitik untuk menulis artikel ini setelah membaca berita di media online tentang rencana digelarnya kembali festival musik “Rock in Rio” tanggal  15 s/d 22 September 2013. Seketika itu juga ingatan saya terbawa mundur 3 (tiga) tahun kebelakang  saat saya berkesempatan bertemu dan mewawancarai salah satu musisi terhebat yang dimiliki negeri ini,  Ahmad Dhani.
Saya coba membongkar kembali arsip foto saat masih bertugas sebagai jurnalis pemerintah daerah, dan Alhamdulillah moment-moment  yang saya abadikan ketika itu, tepatnya 6 Juli 2010, masih tersimpan rapi di flashdisk.
Lantas apa kaitannya Rock in Rio dengan Ahmad Dhani? Apa kaitannya pula dengan Gunung Bromo yang ada di Probolinggo? Begini ceritanya.
Pagi itu saya bersama 2 (dua) orang pejabat yang membidangi pariwisata dan pencitraan daerah bertugas ke Bromo untuk bertemu sekaligus mewawancarai Ahmad Dhani. Saat itu Dhani datang ke Bromo bersama ketiga putranya Al, El dan Dul serta beberapa kru yang ia bawa dari Jakarta. Selain untuk berlibur, kesempatan ke Bromo ia gunakan juga untuk shooting video klip.
Saya ingat betul pagi itu sekitar pukul 09.00 WIB mas Dhani langsung menemui kami di lobby hotel tempatnya menginap dengan wajah yang fresh. Setelah memperkenalkan diri kami pun larut dalam obrolan serius tapi santai.
Di tengah obrolan Dhani sempat melontarkan angan-angannya untuk menggelar parade atau festival  musik di Lautan Pasir Bromo yang terbentang di hadapan kami. Memang lobby hotel berhadapan langsung dengan Gunung Bromo dan lautan pasirnya yang sangat luas itu.
Tiba-tiba memori di otak saya ketika itu nyambung ke “Rock in Rio” yang pernah saya baca di majalah. Langsung saja secara spontan saya nyletuk : “Festival seperti Rock in Rio Mas?”. Mendengar itu Dhani terkejut dan langsung menanggapi : “Ya betul, seperti itu. Wah hebat, bisa tau Rock in Rio,” ujarnya setengah kaget.
Mungkin bagi Dhani aneh saja ada aparatur di daerah yang jauh dari ibukota bisa ngerti festival musik sekeren Rock in Rio. Padahal, meskipun hidup di daerah saya tak pernah ketinggalan mengikuti perkembangan musik dunia dan segala jenis festivalnya seperti Summerfest , Lollapaloosa hingga Woodstock.
Perbincanganpun berlanjut. Menurut Dhani, gunung Bromo merupakan aset nasional yang sudah mendunia namun justru masih banyak orang Indonesia sendiri yang belum pernah kesana. "Masih banyak juga orang Jakarta yang belum pernah ke Bromo," keluhnya.
Oleh karena itu, untuk menambah daya tarik dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki Bromo terlontar ide menggelar konser musik di lautan pasir. “Selama ini masih belum ada konser yang digelar di lautan pasir seperti Gunung Bromo,” ujarnya.
Perbincangan itupun berubah menjadi diskusi yang cukup hangat. Salah seorang pejabat daerah yang membidangi pariwisata sependapat dengan Dhani. Memang perlu dilakukan upaya lain dari yang lain untuk lebih memperkenalkan Bromo ke dunia internasional seperti menggelar festival musik di lautan pasir. Namun tentunya banyak hal yang perlu dipertimbangkan sebab ini juga menyangkut hajat hidup orang banyak dan bersinggungan langsung dengan kehidupan sosial budaya serta adat istiadat masyarakat setempat.
Memang tak semudah itu menggelar festival musik di lokasi yang masih dianggap sakral oleh masyarakat setempat. Banyak aturan berupa nilai-nilai dan norma yang berkaitan langsung dengan kepercayaan masyarakat. Di tempat ini juga tiap tahunnya digelar upacara adat Yadnya Kasada oleh masyarakat Hindu Tengger.
Selain alasan kultur, kondisi alam dan letak Gunung Bromo serta lautan pasirnya sepertinya akan menjadi tantangan tersendiri jika ide tersebut benar-benar akan diwujudkan. Untuk menggelar festival musik sebesar Rock in Rio tentu diperlukan peralatan  pendukung yang sangat banyak, besar dan tentu sangat berat. Sedangkan fasilitas penunjang seperti jalan untuk sampai kelokasi masih belum memadai jika harus dilewati kendaraan berat. Apalagi Bromo dan sekitarnya saat ini baru saja berbenah dan bangkit setelah mengalami erupsi beberapa waktu lalu.
Tapi bukan berarti angan-angan untuk menggelar konser di lautan pasir menjadi tak mungkin. Tak ada yang tak mungkin jika semua pihak yang berkepentingan mau duduk bersama mencari solusi terbaik yang  sama-sama menguntungkan. Dengan pemikiran jernih dan niat baik untuk kepentingan bersama serta dengan tetap menghormati kearifan lokal, cita-cita menggelar petunjukan musik di lautan pasir Bromo bukanlah isapan jempol belaka.
Setidaknya masyarakat dan pemangku kepentingan setempat sudah mulai terbuka ketika Gunung Bromo dan Lautan Pasir dijadikan lokasi shooting beberapa film, sinetron dan iklan hingga video clip. Beberapa kali telah digelar festival musik jazz bertajuk “Jazz Gunung” di lokasi yang hanya beberapa kilometer dari Lautan Pasir. Bahkan bulan September tahun ini juga akan digelar kembali Jazz on Bromo yang lokasinya justru sangat dekat  dan mengambil background Gunung Bromo meskipun tidak di lautan pasirnya.
Demikian ulasan tentang hubungan Rock in Rio, Bromo dan Ahmad Dhani berdasarkan memori perbincangan saya dengan salah satu juri dan mentor X Factor Indonesia itu. Semoga kita dapat terus memajukan dan menduniakan musik nasional sambil memperkenalkan kekayaan alam yang kita miliki, tentunya dengan tetap menghormati kearifan lokal serta warisan budaya nenek moyang yang bernilai tinggi. 
Ucapan terimakasih dan permohonan maaf juga untuk mas Ahmad Dhani, jika ada yang kurang berkenan dalam tulisan ini dan mungkin saya terlambat 3 (tiga) tahun menuangkannya dalam bentuk artikel seperti yang saya tulis ini. (Probolinggo, 11 Apri 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar