Rabu, 29 Januari 2014

Probolinggo Masih Aman dan Kondusif



Probolinggo kembali menjadi pemberitaan nasional. Kali ini bukan tentang pesona gunung Bromo, musim mangga atau serunya rafting di sungai Pekalen. Tapi tentang Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Probolinggo yang berlangsung tanggal 29 Agustus lalu yang menyisakan sedikit persoalan.
Jum’at (30/8) hingga Sabtu (31/8) dini hari terjadi kericuhan lokal di wilayah utara Kota Probolinggo, tepatnya di Kantor Kelurahan Mayangan Kecamatan Mayangan. Massa pendukung dua pasangan calon protes karena mensinyalir terjadi kecurangan pada proses penghitungan suara. Massa yang tidak puas menuntut pencoblosan ulang hingga akhirnya terjadi kericuhan. Mereka melempari kantor Kelurahan dengan batu bahkan sampai membakar mobil Binmas Polresta.
Namun tulisan saya kali ini tak akan membahas sinyalemen kecurangan tersebut, karena saya sendiri tak tahu pasti bagaimana kejadian sebenarnya. Lagipula saya juga tak ikut terlibat langsung pada pesta demokrasi di Kota Probolinggo, sebab saya tinggal di wiayah Kabupaten. Tapi sebagai tetangga, saya juga ikut prihatin dan sempat resah mendengar berita kerusuhan tersebut. Pasalnya hampir setiap hari saya juga melintasi wilayah Kota, disamping itu putri saya bersekolah di wilayah Kota Probolinggo.
Terus terang, Sabtu pagi (31/8) begitu membaca berita di salah satu media online saya langsung terkejut! “Tuntut Coblosan Ulang, Massa Berbuat Anarki di Probolinggo”, begitu judul berita tersebut. Kemudian saya mencoba googling dengan keyword “Probolinggo”, bertemulah saya dengan beberapa judul berita yang sangat mengejutkan. Judul beritanya cukup seru dan mengangkan seperti “Pilwali Rusuh, Mobil Polisi Dibakar”, hingga judul yang horror “Probolinggo Mencekam, Minta Pilkada Ulang”.
Setelah membaca berita-berita tersebut, saya semakin penasaran bagaimana sebenarnya kondisi di lapangan. Apakah warga Kota Probolinggo terganggu dengan kejadian Jum’at malam hingga dini hari itu? Apakah suasana Sabtu siang masih terbawa mencekamnya suasana kerusuhan? Saya juga ingin memastikan sekolah putri saya yang bersebelahan dengan Kantor KPU Kota Probolinggo aman-aman saja.
Sempat muncul perasaan tegang begitu akan memasuki gerbang sekolah Nia, putri saya. Pasalnya saya harus melewati deretan truck Brimob Polda Jawa Timur dan satu unit mobil watercanon yang siaga dibarisan paling depan. “Wah, bakal ada rame-rame lagi di KPU sepertinya”, begitu pikir saya. Rasa pensaran yang amat sangat membuat saya langsung meluncur ke tengah Kota dan ke TKP di Kelurahan Mayangan.
Namun ketegangan yang sempat menyelimuti pikiran saya langsung sirna begitu melihat kenyataan di lapangan yang landai-landai saja. Memang di berapa sudut jalan dekat lokasi kerusuhan ada beberapa petugas yang berjaga. Namun itu memang sudah menjadi standar pengamanan untuk mengantisipasi terjadinya kejadian serupa. Di Kantor Kelurahan Mayangan jumlah petugas yang berjaga lebih banyak. Tak ada aktivitas berlebihan, petugas justru nampak duduk santai di beberapa sudut kantor sambil berbincang dengan sesama petugas. Lokasi kejadian yang dipasang Police Line justru menjadi tontonan warga yang melintas.
Aktivitas warga di sekitar lokasi kejadian berjalan seperti biasa. Suasana di alun-alun Kota Probolinggo yang dekat dengan lokasi keributan nampak berlangsung normal. Puluhan Pedagang Kaki Lima (PKL) tetap berjualan di sisi selatan alun-alun yang memang menjadi lokasi tetap mereka. Puluhan tukang becak nampak dengan santainya duduk diatas becaknya, ada yang sambil ngobrol dengan sesama tukang becak dan tak sedikit pula yang santai sambil tiduran. Bahkan beberapa kereta mini dan kereta kayuh tetap ramai dengan penumpang yang hampir seluruhnya anak-anak, mengelilingi jalan di sisi luar alun-alun.  
Perjalanan saya siang itu berlanjut ke jalan Suroyo yang merupakan pusat perkantoran dan kawasan sekolah. Seperti biasa, semuanya berjalan wajar-wajar saja. Meski sebagian besar kantor tutup karena libur, tapi masih ada beberapa kantor yang tetap buka dengan aktivitas kerjanya masing-masing. Demikian pula beberapa sekolah yang nampak ramai dengan wali murid yang hendak menjemput putra-putrinya pulang sekolah.
Terakhir faslitas publik yang saya lewati adalah Pasar Besar Kota Probolinggo. Pasar yang berada di tengah Kota Probolinggo ini tentu saja seperti biasanya, selalu ramai menjelang siang lengkap dengan kemacetan lalu lintasnya. Alhamdulillah, secara umum berdasar pengamatan saya pribadi, Kota Probolinggo masih aman dan kondusif.
Namun suasana yang menegangkan di Kantor KPU saat saya mengantar Nia sekolah pagi hari, kembali tersuguh di hadapan saya ketika menjemput Nia pulang. Selain kendaraan taktis dan personel Brimob, siang itu nampak beberapa mobil stasiun TV nasional lengkap dengan beberapa awak media yang sedang duduk di bawah pohon dekat Kantor KPU. Walau demikian, semuanya masih aman terkendali. Bahkan Nia masih menyempatkan diri berfoto di depan kendaraan watercanon Brimob sambil sesekali bercanda dengan teman-temannya.
Jika boleh kembali saya simpulkan, apa yang terjadi di salah satu wilayah di Kota Probolinggo Jum’at malam hingga Sabtu dini hari tak berpengaruh pada warga Kota Probolinggo. Kericuhan terjadi hanya di depan Kantor Kelurahan Mayangan yang letaknya di pesisir utara Kota Probolinggo. Massa yang terlibat kericuhan jumlahnya juga tak terlalu banyak dan belum jelas juga darimana asalnya. Belum jelas juga apakah benar-benar simpatisan salah satu calon, sebab desas-desus di masyarakat sekitar lokasi, massa yang datang kebanyakan justru dari luar wilayah Kota Probolingo. 
Sampai sejauh ini, mayoritas warga Kota Probolinggo tak terpancing untuk menanggapi permasalahan tersebut terlalu dalam apalagi terprovokasi untuk melakukan tindakan anarkis. Meski menjadi “trending topic” pembicaraan, tapi hanya sebatas bahan wacana dan bahan diskusi yang menarik, tanpa disertai aktivitas pergerakan massa. Bisa dikatakan, warga Kota Probolinggo cukup dewasa menyikapi permasalahan ini. Tentunya mereka tak mau ketentraman dan kenyamaman yang sudah terpelihara jadi terganggu hanya karena ulah sebagian kecil kelompok yang kurang bertanggungjawab.
Apa yang terjadi di Kota Probolinggo tentunya kembali menjadi pelajaran berharga bagi kita semua agar lebih berhati-hati dan tidak main-main dalam penyelenggaraan pesta demokrasi yang melibatkan banyak kepentingan. Jika melihat apa yang menjadi tuntutan massa kemarin, tentu yang paling dipertanyakan adalah kredibilitas para penyelenggara pemilu mulai KPU hingga KPPS. Begitu juga dengan ketegasan pihak pengawas dalam hal ini Panwaslu dalam merespon dan menindaklanjuti laporan pelanggaran.
Meskipun dalam ketentuan perundang-undangan sudah diatur tentang mekanisme pengaduan jika terjadi pelanggaran, namun itu ternyata tidak cukup menjadi jaminan bahwa proses penyelenggaraan pemilu berjalan fair dan pengaduan pelanggaran benar-benar ditindaklanjuti sesuai ketentuan.  Bisa jadi massa yang memaksakan kehendaknya kemarin banyak belajar dari kasus pelanggaran Pemilukada di daerah lain yang hampir tak jelas bagaimana tindak lanjutnya, dan bagaimana sanksi yang diberikan kepada si pelanggar. 
Akhirnya kembai saya tegaskan, hingga tulisan ini diposting Kota Probolinggo masih dalam keadaan aman dan kondusif. Kalaupun ada konsentrasi yang cukup banyak, itu hanya terjadi di Kantor KPU yang hingga tulisan ini diposting masih dijaga ketat aparat keamanan. Jaminan keamanan juga ditunjukkan oleh pihak kepolisian yang bekerjasama dengan TNI.
Jadi tak ada yang perlu dikhawatirkan bagi siapapun yang akan datang dan melintas wilayah Kota Probolinggo. Terlebih lagi wilayah Kabupaten Probolinggo yang masih selalu aman, tentram dan kondusif. Silahkan datang menikmati keindahan Gunung Bromo dengan matahari terbitnya, atau menikmati sensasi serunya rafting di derasnya arus sungai Pekalen. Kami tunggu kedatangannya, sebab hingga saat ini Probolinggo memang masih aman dan kondusif.

Probolinggo, 31 Agustus 2013

Follow me on Twitter : @Dody_Kasman



Tidak ada komentar:

Posting Komentar