Probolinggo
kembali menjadi pemberitaan nasional. Kali ini bukan tentang pesona gunung
Bromo, musim mangga atau serunya rafting di sungai Pekalen. Tapi tentang Pemilihan
Walikota dan Wakil Walikota Probolinggo yang berlangsung tanggal 29 Agustus lalu
yang menyisakan sedikit persoalan.
Jum’at (30/8) hingga
Sabtu (31/8) dini hari terjadi kericuhan lokal di wilayah utara Kota
Probolinggo, tepatnya di Kantor Kelurahan Mayangan Kecamatan Mayangan. Massa pendukung
dua pasangan calon protes karena mensinyalir terjadi kecurangan pada proses
penghitungan suara. Massa yang tidak puas menuntut pencoblosan ulang hingga
akhirnya terjadi kericuhan. Mereka melempari kantor Kelurahan dengan batu
bahkan sampai membakar mobil Binmas Polresta.
Namun tulisan
saya kali ini tak akan membahas sinyalemen kecurangan tersebut, karena saya
sendiri tak tahu pasti bagaimana kejadian sebenarnya. Lagipula saya juga tak
ikut terlibat langsung pada pesta demokrasi di Kota Probolinggo, sebab saya tinggal
di wiayah Kabupaten. Tapi sebagai tetangga, saya juga ikut prihatin dan sempat
resah mendengar berita kerusuhan tersebut. Pasalnya hampir setiap hari saya
juga melintasi wilayah Kota, disamping itu putri saya bersekolah di wilayah
Kota Probolinggo.
Terus terang,
Sabtu pagi (31/8) begitu membaca berita di salah satu media online saya
langsung terkejut! “Tuntut Coblosan Ulang, Massa Berbuat Anarki di
Probolinggo”, begitu judul berita tersebut. Kemudian saya mencoba googling
dengan keyword “Probolinggo”, bertemulah saya dengan beberapa judul berita yang
sangat mengejutkan. Judul beritanya cukup seru dan mengangkan seperti “Pilwali
Rusuh, Mobil Polisi Dibakar”, hingga judul yang horror “Probolinggo Mencekam,
Minta Pilkada Ulang”.
Setelah
membaca berita-berita tersebut, saya semakin penasaran bagaimana sebenarnya
kondisi di lapangan. Apakah warga Kota Probolinggo terganggu dengan kejadian
Jum’at malam hingga dini hari itu? Apakah suasana Sabtu siang masih terbawa
mencekamnya suasana kerusuhan? Saya juga ingin memastikan sekolah putri saya
yang bersebelahan dengan Kantor KPU Kota Probolinggo aman-aman saja.
Sempat muncul perasaan
tegang begitu akan memasuki gerbang sekolah Nia, putri saya. Pasalnya saya
harus melewati deretan truck Brimob Polda Jawa Timur dan satu unit mobil watercanon
yang siaga dibarisan paling depan. “Wah, bakal ada rame-rame lagi di KPU
sepertinya”, begitu pikir saya. Rasa pensaran yang amat sangat membuat saya
langsung meluncur ke tengah Kota dan ke TKP di Kelurahan Mayangan.
Namun ketegangan
yang sempat menyelimuti pikiran saya langsung sirna begitu melihat kenyataan di
lapangan yang landai-landai saja. Memang di berapa sudut jalan dekat lokasi
kerusuhan ada beberapa petugas yang berjaga. Namun itu memang sudah menjadi
standar pengamanan untuk mengantisipasi terjadinya kejadian serupa. Di Kantor
Kelurahan Mayangan jumlah petugas yang berjaga lebih banyak. Tak ada aktivitas
berlebihan, petugas justru nampak duduk santai di beberapa sudut kantor sambil
berbincang dengan sesama petugas. Lokasi kejadian yang dipasang Police Line
justru menjadi tontonan warga yang melintas.
Aktivitas
warga di sekitar lokasi kejadian berjalan seperti biasa. Suasana di alun-alun
Kota Probolinggo yang dekat dengan lokasi keributan nampak berlangsung normal.
Puluhan Pedagang Kaki Lima (PKL) tetap berjualan di sisi selatan alun-alun yang
memang menjadi lokasi tetap mereka. Puluhan tukang becak nampak dengan
santainya duduk diatas becaknya, ada yang sambil ngobrol dengan sesama tukang
becak dan tak sedikit pula yang santai sambil tiduran. Bahkan beberapa kereta
mini dan kereta kayuh tetap ramai dengan penumpang yang hampir seluruhnya
anak-anak, mengelilingi jalan di sisi luar alun-alun.
Perjalanan
saya siang itu berlanjut ke jalan Suroyo yang merupakan pusat perkantoran dan
kawasan sekolah. Seperti biasa, semuanya berjalan wajar-wajar saja. Meski
sebagian besar kantor tutup karena libur, tapi masih ada beberapa kantor yang
tetap buka dengan aktivitas kerjanya masing-masing. Demikian pula beberapa
sekolah yang nampak ramai dengan wali murid yang hendak menjemput putra-putrinya
pulang sekolah.
Terakhir
faslitas publik yang saya lewati adalah Pasar Besar Kota Probolinggo. Pasar
yang berada di tengah Kota Probolinggo ini tentu saja seperti biasanya, selalu
ramai menjelang siang lengkap dengan kemacetan lalu lintasnya. Alhamdulillah,
secara umum berdasar pengamatan saya pribadi, Kota Probolinggo masih aman dan
kondusif.
Namun suasana
yang menegangkan di Kantor KPU saat saya mengantar Nia sekolah pagi hari,
kembali tersuguh di hadapan saya ketika menjemput Nia pulang. Selain kendaraan
taktis dan personel Brimob, siang itu nampak beberapa mobil stasiun TV nasional
lengkap dengan beberapa awak media yang sedang duduk di bawah pohon dekat
Kantor KPU. Walau demikian, semuanya masih aman terkendali. Bahkan Nia masih
menyempatkan diri berfoto di depan kendaraan watercanon Brimob sambil sesekali
bercanda dengan teman-temannya.
Jika boleh
kembali saya simpulkan, apa yang terjadi di salah satu wilayah di Kota
Probolinggo Jum’at malam hingga Sabtu dini hari tak berpengaruh pada warga Kota
Probolinggo. Kericuhan terjadi hanya di depan Kantor Kelurahan Mayangan yang
letaknya di pesisir utara Kota Probolinggo. Massa yang terlibat kericuhan
jumlahnya juga tak terlalu banyak dan belum jelas juga darimana asalnya. Belum
jelas juga apakah benar-benar simpatisan salah satu calon, sebab desas-desus di
masyarakat sekitar lokasi, massa yang datang kebanyakan justru dari luar
wilayah Kota Probolingo.
Sampai sejauh
ini, mayoritas warga Kota Probolinggo tak terpancing untuk menanggapi
permasalahan tersebut terlalu dalam apalagi terprovokasi untuk melakukan
tindakan anarkis. Meski menjadi “trending topic” pembicaraan, tapi hanya
sebatas bahan wacana dan bahan diskusi yang menarik, tanpa disertai aktivitas
pergerakan massa. Bisa dikatakan, warga Kota Probolinggo cukup dewasa menyikapi
permasalahan ini. Tentunya mereka tak mau ketentraman dan kenyamaman yang sudah
terpelihara jadi terganggu hanya karena ulah sebagian kecil kelompok yang
kurang bertanggungjawab.
Apa yang
terjadi di Kota Probolinggo tentunya kembali menjadi pelajaran berharga bagi
kita semua agar lebih berhati-hati dan tidak main-main dalam penyelenggaraan
pesta demokrasi yang melibatkan banyak kepentingan. Jika melihat apa yang
menjadi tuntutan massa kemarin, tentu yang paling dipertanyakan adalah
kredibilitas para penyelenggara pemilu mulai KPU hingga KPPS. Begitu juga
dengan ketegasan pihak pengawas dalam hal ini Panwaslu dalam merespon dan
menindaklanjuti laporan pelanggaran.
Meskipun dalam
ketentuan perundang-undangan sudah diatur tentang mekanisme pengaduan jika
terjadi pelanggaran, namun itu ternyata tidak cukup menjadi jaminan bahwa
proses penyelenggaraan pemilu berjalan fair dan pengaduan pelanggaran
benar-benar ditindaklanjuti sesuai ketentuan.
Bisa jadi massa yang memaksakan kehendaknya kemarin banyak belajar dari
kasus pelanggaran Pemilukada di daerah lain yang hampir tak jelas bagaimana
tindak lanjutnya, dan bagaimana sanksi yang diberikan kepada si pelanggar.
Akhirnya
kembai saya tegaskan, hingga tulisan ini diposting Kota Probolinggo masih dalam
keadaan aman dan kondusif. Kalaupun ada konsentrasi yang cukup banyak, itu
hanya terjadi di Kantor KPU yang hingga tulisan ini diposting masih dijaga
ketat aparat keamanan. Jaminan keamanan juga ditunjukkan oleh pihak kepolisian
yang bekerjasama dengan TNI.
Jadi tak ada
yang perlu dikhawatirkan bagi siapapun yang akan datang dan melintas wilayah
Kota Probolinggo. Terlebih lagi wilayah Kabupaten Probolinggo yang masih selalu
aman, tentram dan kondusif. Silahkan datang menikmati keindahan Gunung Bromo
dengan matahari terbitnya, atau menikmati sensasi serunya rafting di derasnya
arus sungai Pekalen. Kami tunggu kedatangannya, sebab hingga saat ini Probolinggo
memang masih aman dan kondusif.
Probolinggo, 31 Agustus 2013
Probolinggo, 31 Agustus 2013
Follow me on Twitter :
@Dody_Kasman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar